Minggu kemarin itu lumayan menguras energi. Dimulai dari hari Selasa, berangkat kantor - ke sekolah Kami; ngurus persiapan lomba dan ada sesi konsultasi dengan psikolog & guru kelas Kami - balik kantor lagi. Hari Rabu-nya, nemenin Kami lomba ke SD IT Al-Madinah. Umur yeee, yang lomba siapa, yang tepar siapa HAHAHA. Hari Kamis, Babap pulang MALAM BANGET. Apalah gue, ditinggal lembur dikit aja udah tepar hahahaha (fyi, biasanya Babap pulang sebelum gue, nah ini, pulang jam 10 malam!).
Sekarang 'kan lagi hits tentang memaksimalkan kolaborasi, dan meminimalisir kompetisi.
(Tentang mengapa lebih mengedepankan kolaborasi dibanding kompetisi akan dibahas terpisah, pasti ku banyak curcol soalnya hahahaha! Kedip-kedip ke temen kantor :D )
(Tentang mengapa lebih mengedepankan kolaborasi dibanding kompetisi akan dibahas terpisah, pasti ku banyak curcol soalnya hahahaha! Kedip-kedip ke temen kantor :D )
Lho, emang anak ngga perlu kompetisi? Emang cukup dengan kolaborasi untuk memaksimalkan potensi anak? Kalau ikut lomba, berarti ikut berkompetisi dong? Dan lain sebagainya.
Tentang hal tersebut, gue bahas bersama buibu disela-sela ngobrol tentang pemilihan sekolahan anak, ceritanya sini.
Tentang kolaborasi ini gue merasakan gaungnya saat memulai Brush Lettering pada awal tahun 2015. It was... weird?. Masih ngawang-ngawang ngga jelas, gitu. Kolaborasi itu apa, sih, bentuknya?
"Fen, kolab, yuk?" sering banget dapet sapaan begini via messenger.
"Fen, kolab, yuk?" sering banget dapet sapaan begini via messenger.
Baru pelan pelan gue agak pahan tentang kolaborasi, kasarnya, lu untung, gue untung, tujuan kita tercapai (dengan bekerja sama).
Nah, sekarang ini gue merasakang gaung kolaborasi lagi, tapi bukan tentang si Brush Lettering, tapi di ranah parenting. Anak diajarkan untuk berkolaborasi, baik di sekolah, maupun di lingkungan rumah. Berkolaborasi dan saling support.
Contoh yang baru saja gue alami adalah perlombaan. Dengan jelas terlihat kalau ini adalah sebuah kompetisi. Iya. Banget. Tapi, itu dulu sebelum gue terbukakan pikiran tentang satu kalimat dari Ibu Shanti djoendjoenganque : Berkompetisilah pada diri sendiri. Tsedap.
Kami gue ajarkan untuk saling support kepada semua teman-temannya yang ikut lomba pada hari itu. "Nanti, kalau Aisya maju, Kami semangatin, yah!" ended up with Aisya pas maju ngga hafal surat pendek, sama Kami dikasi tau lewat gerakan bibir. Okesip. Bocaaaah :)))
Bahasa kerennya, kalian ini sedang berpartisipasi aktif dan berkolaborasi demi nama harum TK. Uhuy.
Kami gue ajarkan juga, tentang berkompetisi pada diri sendiri. "Dulu, waktu Buni kecil, kalau pas ikut lomba gini, Buni deg-deg-an banget. Rasanya sakit perut gitu, tegang. Kami gitu ngga?" terus anaknya jawab ngga, biasa aja. BUBAAARRR.
(Tentang: Kami, Si Anak Extrovert)
(Tentang: Kami, Si Anak Extrovert)
Pantang menyerah. Siapkan amunisi kedua.
"Kamiiiiii, nanti di depan, tetap tenang, ya. Bismillah, semoga bisa jawab pertanyaan-pertanyaan juri, ya!"
"Iya, Buni".
Kok ngga nyambung, sih? 'Kan mau ngajarin kompetisi dengan diri sendiri. Aingmah~
Coba lagi, habis lomba, gue samperin.
"Wiii, Kami keren, ngga malu-malu! Jawabnya juga lumayan lancar. Alhamdulillah. Kami menang, nih, lawan perasaan-perasaan deg-deg-an tadi."
'Kan, tadi dibilang ngga deg-deg-an anaknya, Ibu Feni.
Yagitudehya. Kusulit menjelaskannya hahahahaha. Mending disuruh ngomong :)))
*
Nah, pas pengumuman Kami dapat juara tiga, emaknya kegirangan, anaknya kesel. LHAAAAA.
"Buni, kenapa Kami juara 3? Kenapa ngga juara 1? Kami jawab bener semua pertanyaan, jawab juga cepat, ngga ragu-ragu. Kenapa, ya? Ohiya, apa karena Kami baca suratnya ngga pake lagu, ya? (dilaguin gitu maksutnya)"
Nanya sendiri, jawab sendiri. Kamiiiiiiii.
Buni mikir dulu gitu, biar keren jawabnya, padahal ya gitu-gitu aja wekawekaweka (wkwkwk maksutnya ~krik).
"Nah, itu Kami tau, mungkin gara-gara ngga dilaguin, sih. Tapi yang tau ya cuma juri, nanti coba kita tanya Bu Hepi, ya.. Siapa tau Bu Hepi tau. Mungkin lain kali, kalau lomba lagi, Kami coba dilaguin baca suratnya, lebih baik dari yang barusan. Gimana?"
*Bu Hepi = Guru di TK
Kompetisi yang gue arahkan adalah untuk berkompetisi pada diri sendiri, untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari pada sebelumnya. Dan gue akui, perlombaan anak pra sekolah 2-6 tahun begini, anak belum bisa menang tanpa jumawa, dan kalah dengan legowo (mengutip kata-kata Ovie di WA Grup). Jadi, peran pendampingan orang tua terkait mind set nakanak pas lomba gini penting banget nget nget, anak bisa lebih terarahkan untuk berkolaborasi dengan temannya, dan berkompetisi dengan dirinya sendiri.
*
Sekian dan terima komen, karena gue bener-bener opini doang tanpa riset mendalam. Plis. Plis. Mwah.
Sampai ketemu di cerita selanjutnya, ya! Gue mau cerita tentang #Kami5Tahun dan #Yayo1Tahun sebelum bulan depan aliaaaaaaassssss #FunVember.
GILAAAA CEPET AMAT WAKTU BERLALUUU~